Minggu, 30 Juni 2013

LIFE EXCELLENT; Menuju Hidup Lebih Baik

LIFE EXCELLENT; Menuju Hidup Lebih Baik


Tulisan berikut ini merupakan ringkasan dari salah satu bagian bab dengan judul yang sama dari buku LIFE EXCELLENT karangan Reza M. Syarief, terbitan Prestasi Jakarta, tahun 2005. Selanjutnya akan diposting bagian lain dari isi buku tersebut pada kesempatan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Banyak orang bilang sekarang ini zaman multi krisis, sehingga manajemen hidup yang dipegang juga manajemen krisis. Banyak diantaranya memakai prinsip “pasrahisme” dengan “nrimo mentality”, yaitu mentalitas menerima apa adanya, apapun yang terjadi harus diterima, buat apa “ngoyo”. memang sudah takdir dan nasib.
Namun prinsip ini tidak selaras dengan konsep tawakal yang kita kenal, karena tawakal akan terjadi setelah kita melewati proses ikhtiar plus doa. Dalam suatu riwayat Rasulullah menegur seorang jamaah yang menaruh unta tetapi tidak diikatkan ke sebuah tiang. Lalu ditegur oleh Rasulullah, “Bagaimana Anda dapat membiarkan unta Anda tanpa diikat?” Orang itu menjawab, “Ya Rasulullah, saya tawakal. Kalau memang sudah takdirnya hilang ya hilang saja, silahkan. Tapi kalau masih rezeki saya, tentu unta itu tetap ada.” Rasulullah membantah argumen orang itu, “Bukan begitu yang dimaksud dengan tawakal. Anda ikat dengan kencang, baru setelah itu Anda tawakal.” Usaha yang keras dan berdoa yang tekun baru kita tawakal kepada Allah SWT.   
Prinsip inilah yang disebut dengan “stabilitas”, dimana dalam bertindak tidak lagi didasarkan kepada emosional tetapi dianalisis secara rasional dan diputuskan secara spiritual. Banyak diantara kita ketika menghadapi masalah, serta merta langsung bersikap reaktif terhadap masalah tersebut. Kita menjadi orang yang “kagetan”. Namun jika kita memiliki stabilitas, jebakan emosional tidak akan mengurung kita. Dengan kata lain kita telah mampu bersikap proaktif.

Proaktif adalah kombinasi dari dua sifat, yaitu sensitif dan inisiatif. Seorang yang Stability mempunyai suatu kepekaan/sensitivitas, kepekaan terhadap situasi, kapan harus bertindak, kapan harus berdiam diri. Sedangkan inisitatif adalah kemampuan seseorang untuk mendahului suatu tugas/pekerjaan sebelum didahului ataupun diminta oleh orang lain. Ada orang yang peka tetapi tidak berinisiatif dan sebaliknya ada yang berinisiatif tetapi tidak didorong oleh rasa kepekaan. Untuk menyeleraskan keduanya diperlukan “balancing tool”, yaitu yang dikenal dengan intuisi. Ketika intuisi telah mampu melakukan link and match terhadap sensitivitas dan inisiatif, berarti telah tercapainya kestabilan hidup. Stability akan membawa kita ke arah wilayah sukses, namun tidak berhenti hanya sampai tahap ini saja, karena akan melahirkan mental “status quo”. Ketika sukses telah diraih, maka dianggap sudah selesai tugas dalam hidup kita. “Saya sudah mencapai puncak keberhasilan, apalagi yang harus saya kerjakan? Semua sudah saya dapatkan, jabatan, uang, rumah, segala macam simbol-simbol kesejahteraan sudah saya peroleh,” demikian komentar banyak diantara kita. Namun perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al’Alaq ayat 6-7, “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.”

Ternyata untuk mencapai “hidup berkah” tidak cukup hanya sukses saja, masih ada tahap yang harus dicapai. Langkah awal menuju hidup berkah perlu didahului dengan kepahaman makna sukses itu sendiri. Ada satu kalimat menarik yang dapat dijadikan definisi yang sederhana untuk sukses dari sabda Rasullah, “Barang siapa yang hari ini lebih baik dibandingkan yang terdahulu, maka dia termasuk orang sukses. Barang siapa yang hari ini sama seperti yang terdahulu, maka dia termasuk orang yang tertipu. Barang siapa yang hari ini lebih buruk dibandingkan yang terdahulu, maka dia termasuk orang-orang yang merugi dihadapan Allah SWT...” Jadi orang yang sukses adalah today is better than yesterday and tomorrow will be better than today. Tidak perlu ditanyakan sudah berapa langkah yang dilakukan, sudah berapa meter yang dicapai, namun yang terpenting adalah judulnya. Ketika langkah sudah dilakukan, itu artinya sudah sukses, sudah lebih dari yang sebelumnya. Success is not destination, but it is a journey. Sukses bukan tujuan, tapi sukses adalah perjalanan. Perjalanan ke tahap berikutnya.
Tahap berikutnya adalah “di atas sukses ada sukses” atau tahap signifikan. Untuk sampai ke sana perlu diperhatikan sebuah pernyataan berikut: “Menjadi orang sukses itu penting, tapi menjadi orang besar jauh lebih penting.” Seperti apakah orang besar itu? Orang besar adalah orang yang tidak hanya sukses untuk dirinya tapi dia bisa membuat sukses orang lain.
Siapa pun Anda, apa pun posisi Anda, apa pun jabatan Anda, apa pun peran dan fungsi Anda di rumah, di kantor, di masyarakat, di dalam kehidupan politik, di dalam kehidupan berbangsa bahkan dunia, kita harus memiliki tahapan yang disebut signifikan. Signifikan adalah di atas sukses ada sukses. Setelah Anda berhasil, Anda harus memacu diri untuk bisa membuat orang lain lebih berhasil dibandingkan Anda.

Seorang yang sukses belum tentu berkah, tetapi orang yang signifikan sudah pasti akan berkah. Tauladan Rasulullah, Beliau tidak hanya sukses untuk dirinya tetapi juga bisa membuat orang lain sukses. Sebagai contoh di zaman Umar Ibnul-Kathab dakwah bisa sampai ke Spanyol, suatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Ini berarti Beliau adalah seorang significant, yaitu seorang sukses yang juga bisa membuat sukses orang lain.

Uraian diatas dapat digambarkan dalam diagram berikut.

                                                                        PROACTIVE
SURVIVE                        STABILITY                    SUCCESS                   SIGNIFICANT

Pada tahap awal hanya bertahan hidup (survive), yaitu seorang yang berdiri kemudian matanya kebawah (eye down), lalu tangannya ke bawah (hold hand down), kemudian melangkah dengan lambat (slow step), tidak merasa percaya diri (unconfidence) menghadapi hidup, merasa semuanya sudah nasib dan takdir.

Tahap survive harus dirubah melalui tindakan, namun tidak lagi didasarkan kepada emosional, tetapi melalui analisis secara rasional dan diputuskan secara spriritual untuk menuju stability. Seorang yang stability adalah seorang yang telah mampu mengangkat sebelah tangannya ke atas, meskipun sementara tangan lainnya masih dibawah. Dapat dikatakan sudah stabil dan tidak reaktif lagi.

Tahap stability menjadi success adalah melalui tindakan proaktif, yaitu kombinasi dari sensitif dan inisiatif yang diselaraskan dengan intuisi. Seorang yang sukses dapat disederhanakan sebagai orang yang sudah lebih baik dari sebelumnya.
Namun untuk mencapai hidup berkah, tidak cukup sukses saja namun harus bergerak menjadi orang besar, orang yang signifikan melalui usaha untuk membuat orang lain sukses.

Akhirnya Apabila Anda telah dapat membuat orang lain sukses, maka Anda telah berada lebih tinggi dibandingkan mereka tidak perlu kuatir sesuai dengan spirit yang di ajarkan Allah SWT dalam salah satu ayat-Nya, “Faidza faraghta fanshab wa ila rabbika farghab.” (Apabila telah selesai satu urusan, maka bersiap-siaplah untuk urusan yang lainnya). Ada dua makna dari ayat ini, Pertama, jangan coba-coba masuk pada pekerjaan baru sebelum selesaikan pekerjaan lama, tuntaskan dan selesaikan. Kedua, setelah menyelesaikan pekerjaan lama, bersiap dirilah masuk pada pekerjaan berikutnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar